Sabtu, 21 September 2019

ACCESS Branding, Quality Assurance for Credit Union Excellence and Soundness


By Hermanus E.R.


BANDUNG – Hari-hari belakangan ini, teman-teman di Gerakan CU Keuskupan Bandung hangat membicarakan Access Branding. Pasalnya, topik Access Branding menjadi oleh-oleh dari Pekan Studi LKM di Tana Toraja Sulawesi Selatan. Kegiatan studi tersebut diselenggarakan oleh Komisi PSE KWI di Credit Union Sauan Sibarrung (CUSS), 9 - 13 Juli 2019 yang lalu. Ketua Komisi PSE Keuskupan Bandung, Rm. Thomas Sunarto, Pr. ikut dalam acara tersebut bersama Heru Maryanto dari Unit Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Keduanya memaparkan hasil studinya dalam acara Forum CU Keuskupan Bandung pada Rabu, 11 September 2019. Dalam pemaparan tersebut, disinggung mengenai rencana Komisi PSE KWI menerapkan model ACCESS sebagai standar pengembangan CU di semua keuskupan. Saat diminta tanggapannya, pendapat para peserta tentang Access Branding sangat beragam. Mulai dari minimnya pengetahuan dan informasi sampai ketersediaan sumber daya manusia yang benar-benar siap mengimplementasi standar tersebut.

Access Branding diperkenalkan  pertama kali oleh Rm. Fredy Rante Taruk, Pr. kepada para pegiat/penggerak CU di lingkup PSE Regio Jawa dalam studi Perencanaan Strategis untuk Credit Union yang berlangsung di Wisma Syanti Lawang – Malang, 29 September hingga 2 Oktober 2016. Di sini para peserta termasuk 11 orang dari Keuskupan Bandung, belajar tentang model perencanaan strategis berbasis Access Branding yang menggunakan pendekatan Balanced Scorecard (BSC). Access Branding mulai diimplementasi dalam Gerakan Credit Union di Asia sekitar tahun 2006 setelah melalui proses penyusunan selama hampir 3 tahun (2003-2005). Bersama 45 mitra CU/Kopdit dari 3 negara yang ikut bekerjasama dalam proses penyusunan, ACCU berkesimpulan bahwa perlu ada standar agar pengoperasian CU/Kopdit dilakukan secara profesional sehingga membuahkan keunggulan pelayanan dan ketangguhan finansial.

ACCESS: A-1 Competitive Choice for Excellence in Service and Soundness adalah pilihan kompetitif A-1 untuk keunggulan layanan dan kekuatan, disusun berdasarkan Balanced Scorecard (Kartu Skor Berimbang) dan mengadopsi 4 perspektif yang digunakan sebagai acuan tata kelola sekaligus untuk menilai kualitas sebuah CU.
1.   Perspektif Keuangan, diarahkan kepada keamanan (safety) dan kesehatan (soundness) CU. Diukur berdasarkan nilai dari tindakan ekonomi yang telah dilakukan. Ukuran kinerja keuangan ini akan menunjukan apakah strategi, implementasi, dan eksekusi berkontribusi pada keamanan dan kesehatan CU. Dalam perspektif ini ada 13 indikator yang diukur/dinilai.
2.   Perspektif Anggota-Pelanggan, ukuran utama dalam perspektif ini adalah kepuasan anggota selaku pemilik (member-owner) sekaligus pengguna jasa (user), serta produk dan pelayanan berkualitas (quality product and service). Produk dan pelayanan yang berkualitas diukur berdasarkan seberapa bagus produk dan pelayanan CU dapat membantu meningkatkan kualitas hidup dan tujuan keuangan para anggota. Di sini ada 27 indikator yang diukur.
3.   Perspektif Bisnis Internal, mengukur keunggulan proses internal agar organisasi CU menjadi unggul. Proses ini memungkinkan CU menyampaikan nilai yang menarik dan mempertahankan anggotanya. Hal ini akan memiliki dampak besar pada kepuasan anggota dan pencapaian sasaran keuangan CU. Dalam hal ini, terdapat 2 ukuran kinerja, yaitu efisiensi operasional dan posisi bersaing. Jumlah indikator pada perspektif ini ada 26.
4.   Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan, yang mengidentifikasi infrastruktur yang dapat membantu peningkatan pertumbuhan jangka panjang. Dalam perspektif ini, 2 hal penting yang menjadi ukuran atas kinerja adalah pengurus yang berpengetahuan yang  terlibat aktif  dan kepuasan pegawai/karyawan. Juga diukur kapasitas CU dalam menyediakan ketrampilan yang tepat bagi pengurus dan pegawai, memadukan prosedur dan kebijakan sumber daya. Ini semua untuk memastikan bahwa seluruh jajaran pengurus dan pegawai telah mendapat ketrampilan yang memadai untuk mengelola lingkungan baru CU. Dalam perspektif ini ada 20 indikator yang diukur/dinilai.

Dari keempat perspektif tersebut di atas, total ada 86 indikator yang digunakan untuk menilai kualitas sebuah CU. Jika CU primer berhasil memenuhi standar ACCESS maka bisa mendapatkan salah satu dari keempat kategori, yaitu bronze, silver, gold, atau platinum. Dalam kurun waktu 50 tahun gerakan CU di Indonesia, baru ada 1 CU yang berhasil meraih predikat ACCESS Branding, yaitu CU Sauan Sibarrung yang pada tahun 2017 mendapat kategori bronze dan pada tahun 2018 meraih kategori silver. 

Pembelajaran di Lawang menekankan pentingnya Perencanaan Strategis sebagai peta jalan (road map) agar CU dapat sampai pada tujuan yang telah ditetapkan. CU yang tidak memiliki peta jalan ibarat kapal yang berlayar tanpa arah. Oleh karena itu, pengurus memikul tanggung jawab dalam menetapkan arah strategis di Credit Union serta menentukan langkah-langkah strateginya. Dalam proses perencanaan strategis di CU, pengurus terlebih dahulu menetapkan kondisi saat ini (present state) dan kemudian menetapkan ke mana CU akan dibawa. Dengan kata lain, mau jadi seperti apa CU kita nanti (desire state). Sesuai dengan fungsinya sebagai alat diagnosis sekaligus sebagai panduan cita-cita CU, Access Branding membantu mendiagnosis kondisi CU anda saat ini sekaligus membantu menetapkan cita-cita CU anda di masa depan.

Berulang kali Romo Fredy menekankan bahwa CU tidak boleh diurus menurut maunya pengurus atau maunya manajer. Ada standar tata kelola yang harus diikuti jika CU-nya mau disebut CU. Mengawali pelatihan CUDCC di Lembang tahun 2018 lalu, Romo Fredy melemparkan pertanyaan yang menggelitik dan mengundang tawa,” Kita mau bicara CU yang mana? CU menurut bapak ibu pengurus/pengelola atau CU Raiffeisen?” Lebih lanjut Romo Fredy mengatakan bahwa di Indonesia ada banyak macam CU dengan misi yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, dalam pelatihan di Lembang tersebut, Romo Fredy menekankan bahwa yang akan dipelajari selama pelatihan ini adalah CU Raiffeisen.

Menerapkan standar ACCESS tidaklah mudah. Munaldus, aktivis dan penulis buku menyebut Access Branding sebagai manajemen tingkat tinggi atau manajemen modern. Model pengembangan CU menggunakan BSC lebih rumit dari yang pernah dipelajarinya sebelumnya. Namun, rumit tidak berarti tidak bisa. Butuh komitmen penuh dari seluruh stakeholder termasuk komitmen untuk kembali ke misi Raiffeisen. Karena dari misi itulah titik acuan untuk mengembangkan CU yang memberdayakan, yang mengurus manusia. Di Keuskupan Bandung sudah ada 2 CU yang mulai menerapkan standar Access, KKMS dan CU KWB. Meskipun menghadapi berbagai kendala, kedua CU tersebut telah memulai langkah pertama menuju CU Raiffeisen. KKMS misalnya, mencoba bersikap realistis yaitu menetapkan waktu 10 tahun (2019-2028) untuk memenuhi 86 indikator dengan predikat excellent baru kemudian mengajukan penilaian dari lembaga ACCESS. Semoga kerja keras dan dukungan dari semua pihak berhasil membawa kedua CU tersebut memenuhi standar dan meraih predikat dari lembaga ACCESS. Dan semoga ada lagi CU primer yang mengikuti jejak kedua CU tersebut. Semoga.

1 komentar:

ACCESS Branding, Quality Assurance for Credit Union Excellence and Soundness

By Hermanus E.R. BANDUNG – Hari-hari belakangan ini, teman-teman di Gerakan CU Keuskupan Bandung hangat membicarakan Access Brandin...